Perkembangan bisnis Financial Technology (FinTech) di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Sektor yang paling banyak diminati adalah pemberian jasa pinjaman tanpa agunan (KTA) kepada para anggotanya. Kemudahan dalam melakukan pinjaman hanya dengan berbekal identitas dan beberapa persyaratan lain yang cukup memudahkan calon kreditor menjadi alasan mengapa FinTech pada model bisnis pinjaman ini berkembang dengan cepat.
Jika dilihat dari laman Asosiasi Financial Technology (AFTECH), saat ini sudah ada 124 perusahaan FinTech start-up yang sudah menjadi anggota mereka. Jumlah ini belum termasuk yang belum menjadi anggota resmi. Menurut laporan Kompas, hingga akhir 2017 lalu sudah ada 235 perusahaan FinTech di Indonesia.
Oleh karena itu, perbankan perlu membuat terobosan-terobosan baru untuk nasabahnya agar perbankan tetap menjadi pilihan. Memang, keberadaan FinTech saat ini belum terlalu memberi ancaman serius untuk perbankan. Namun, seiring dengan perkembangan waktu dan pengguna, FinTech bisa saja menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia untuk mencari dana yang nilainya tidak terlalu besar. Sedangkan bagi perbankan, pinjaman dengan nilai berapa pun akan menjadi keuntungan bagi mereka.
Sebelum terlambat, perbankan perlu mewaspadai dengan mulai memperhatikan hubungan mereka dengan para nasabah-nasabahnya. Implementasi software CRM menjadi salah satu solusi yang dapat diambil oleh perbankan untuk mengambil tindakan secara cepat dan akurat dengan berfokus pada pola nasabah-nasabahnya.
CRM menjadi data mining atau gudang data bagi perbankan untuk mencari tahu bagaimana pola nasabahnya selama ini. Selain itu, software CRM yang dilengkapi dengan analisa memberikan kemudahan bagi perbankan untuk menciptakan program-program untuk nasabah-nasabahnya.
Data yang dapat dianalisa dengan menggunakan CRM diantaranya adalah:
1. Demografi yang berisi informasi pribadi nasabah seperti nama, alamat, usia, pekerjaan dan lain sebagainya
2. Penggunaan produk atau layanan dari perbankan, apakah sebagai penyimpan uang, peminjam, pemegang kartu kredit dan lain sebagainya yang berkaitan dengan perusahaan.
3. Variabilitas umum perusahaan seperti risiko, pendapatan, aset, liabilitas dan lain sebagainya.
4. Hubungan nasabah dengan perbankan seperti segmen nasabah, portfolio nasabah dan lain sebagainya.
Dengan data-data tersebut, perbankan dapat menentukan apa saja yang harus mereka lakukan untuk keperluan marketing, keperluan peningkatan layanan dan lain sebagainya. Grafik data nasabah yang dapat dilihat secara otomatis pada sistem CRM memudahkan perbankan untuk mencari tahu pola dan produk/layanan yang paling sesuai dengan nasabah.
Kemudahan ini dapat dikembangkan untuk menciptakan produk atau layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Bahkan, jika memang pola dari pelanggan menunjukkan adanya minat terhadap metode FinTech, bank dapat menciptakan produk baru yang berhubungan dengan FinTech.
Jika memang menciptakan FinTech baru menjadi kendala, perbankan juga dapat memanfaatkan CRM untuk memilih prospek dari perusahaan FinTech untuk menjadi mitra yang tepat sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
Dengan demikian, fungsi CRM pun menjadi lebih optimal untuk perbankan. Selain untuk menjaga loyalitas dan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah. Bank juga dapat menjadikan FinTech sebagai calon nasabah baru dengan menggandeng mereka. Bagi bank yang tidak siap menghadapi FinTech, mereka akan menjadikan perusahaan FinTech sebagai kompetitor. Namun bagi perbankan yang mampu menciptakan strategi dengan baik, mereka tidak akan menjadikan FinTech sebagai saingan, namun sebagai nasabah penting untuk perusahaan.
Ilustrasi (c) Unsplash.com