Seorang entrepreneur tentu akan selalu memaksimalkan setiap waktu yang dimiliki untuk bekerja secara efektif. Tetapi, banyak entrepreneur yang terjebak pada situasi dimana ia menghabiskan banyak waktu untuk pemasaran bukan untuk penjualan. Sehingga mereka berada pada posisi dimana ia lebih fokus pada pemasaran tapi melupakan penjualan.
Secara umum, aktivitas penjualan selalu berjalan seperti sebuah rutinitas dimana Anda (yang tidak memiliki tim sales dan tim marketing sendiri) akan menghabiskan waktu untuk bertemu dengan prospek satu per satu tiap harinya. Menjelaskan kepada mereka tentang apa produk/layanan yang Anda miliki dan manfaatnya dibandingkan dengan solusi yang akan didapatkan oleh pelanggan. Anda mencoba mempengaruhi prospek secara personal dan berharap mengubah pendirian mereka agar memilih produk/layanan yang Anda tawarkan.
Tetapi, ada kesalahan pada langkah yang Anda ambil dengan proses tersebut. Penjualan Anda tidak akan pernah berhasil ketika Anda berusaha mengubah cara pikir prospek tentang produk Anda diluar keinginan mereka.
Jika kita lihat contoh proses penjualan pada toko retail (kami akan mengambil contoh butik), ketika Anda mencoba produk pada butik tersebut, itu artinya ada peluang penjualan 95% akan melakukan pembelian produk tersebut. Dimana kondisi tersebut sudah bisa dikatakan peluang penjualan. Lalu bagaimana cara pemilik butik melakukan pemasaran?
Tanpa Anda sadari ketika pemilik butik menjelaskan produk-produk yang mereka miliki miulai dari model, harga dan bahan yang mereka gunakan, Anda sudah masuk pada pemasaran dari butik tersebut. Begitu sederhana proses yang dijalankan untuk menarik minat Anda. Itulah yang disebut marketing sukses. Dimana prosesnya tidak menghabiskan banyak waktu untuk memasarkan produk tetapi bisa fokus pada penjualan. Dari proses tersebut, apakah Anda mendapat tekanan dari penjual? Tentu tidak, Anda memilih produk itu sendiri karena merasa apa yang ditawarkan merupakan solusi untuk kebutuhan Anda.
Kesalahan dalam penjualan juga terjadi ketika Anda berpikir bahwa harga adalah segalanya dibandingkan dengan produk yang dimiliki. Baiklah, kita bisa melihat sisi dari penduduk ekonomi lemah, bagi mereka yang terpenting memang harga yang murah. Tetapi, mereka tidak akan membeli produk murah jika kualitasnya dibawah rata-rata penilaian pribadinya. Hingga pada akhirnya, mereka akan mencari produk dengan harga mahal tapi kualitasnya terpercaya.
Contoh paling sederhana adalah lampu untuk kebutuhan penerangan rumah. Jika Anda melakukan riset toko, Anda akan menemukan lampu LED murah yang harganya kisaran Rp6.000 hingga Rp8.000. Awalnya masyarakat ekonomi lemah akan memilih lampu dengan harga tersebut karena merasa terjangkau. Tetapi, karena produk tidak awet, kemudian mereka membandingkan dengan produk lampu LED branded yang harganya berkisar Rp24.000-Rp35.000. Dari lampu LED yang harganya mulai Rp6.000 hanya tahan 2-3 bulan, dengan harga RP24.000 yang bisa tahan 24 bulan, tentu harga bukan lagi masalah bagi mereka.
Untuk itu, abaikan masalah harga untuk menjual produk Anda. Jika memang produk Anda berkualitas, Anda tidak perlu takut menghadapi persaingan. Produk berkualitas yang Anda miliki dapat menarik perhatian konsumen-konsumen baru untuk menggunakan produk Anda. Ketika Anda merasa yakin produk Anda berkualitas tapi tidak memiliki nilai penjualan yang tinggi, itu artinya marketing Anda yang kurang berkualitas.
Jangan mempertahankan metode penjualan yang salah jika Anda ingin tumbuh. Mulailah dengan kualitas produk Anda, persingkat waktu Anda untuk mencapai penjualan dengan menawarkan solusi kepada prospek tanpa mengubah cara pikirnya adalah fokus utama Anda untuk membukukan penjualan. Berilah pelayanan yang baik sebelum dan sesudah melakukan pembelian, karena dengan cara ini pelanggan Anda akan menjadi aset penting untuk meningkatkan penjualan di masa yang akan datang.
Ilustrasi (c) Pixabay.com